GRESIK - Pulau Bawean dan beberapa pulau kecil lain yang mengelilinginya semakin sempit karena abrasi, salah satu abrasi yang terjadi di Pantai Patekang Desa Daun Kec. Sangkapura Kab. Gresik terbilang paling parah se-Bawean, sebab sekitar 70 hektar persawahan milik warga amblas menjadi laut, tiap tahunnya ada sekiar 10 hektar sawah warga di Pantai Patekang yang terendam akibat abrasi.
"Sebenarnya, abrasi di Pantai Patekang ini sudah terjadi sejak beberapa tahun yang lalu, tapi hingga sekarang belum ada solusi untuk mencegahnya, sampai-sampai puluhan hektar sawah milik warga berubah menjadi laut gara-gara abrasi ini telat ditangani, kami berharap pemerintah segera memberikan solusi terbaik, karena kondisi ini meresahkan warga, mereka takut lahannya musnah," kata Abdul Aziz, Kepala Desa Daun.
Abdul Aziz mengungkapkan, berdasarkan data yang kami himpun, tahun 2008 lalu sekitar 60 hektar sawah milik warga telah hilang karena abrasi. Kemudian data terbaru, tambahnya, tahun 2010 ini, sawah warga yang hilang menjadi 70 hektar totalnya. "Dalam setahun terakhir sekitar sepuluh hektar sawah warga kami hilang," papar Abdul Aziz. "Padahal, sawah tersebut adalah tumpuan hidup ratusan petani di daerah kami," imbuhnya.
Sementara itu, Ketua Komisi C DPRD Kabupaten Gresik, Abdul Hamid membenarkan di Pantai Patekang, Bawean mengalami abrasi. "Abrasi di Pantai Patekang sudah sangat parah, butuh dana besar untuk mencegah semakin luasnya lahan warga yang terkena abrasi," kata Abdul Hamid, usai melakukan kunjungan ke Pantai Patekang, Senin (15/3) lalu.
Menurut Abdul Hamid, perlu penanganan cepat untuk mencegah abrasi di Pantai Patekang, jika terus dibiarkan, otomatis akan semakin banyak sawah milik warga hilang.
Tapi, keresahan warga di Desa Daun dan beberapa daerah lainnya di Bawean yang terancam abrasi tampaknya tidak bakal bisa diredam. Sebab, Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan (DKPP) Kabupaten Gresik tidak bisa berbuat banyak menanggapi kondisi pulau yang terus menyempit gara-gara abrasi air laut. Tidak ada anggaran dari Pemkab Gresik untuk revitalisasi mangrove.
Kepala Bidang Kelautan DKPP Gresik, Iwan Lukito megatakan, mestinya harus ada gerakan revitalisasi mangrove untuk mencegah terjadinya abrasi. "Revitalisasi mangrove merupakan cara paling mudah dan murah untuk mencegah abrasi, daripada membangun breakwater yang biayanya besar," kata Iwan. Tapi, ditambahkannya, program revitalisasi tersebut saat ini tidak bisa dijalankan, karena anggarannya tidak ada.
"Tahun ini sebenarnya kami mengajukan anggaran revitalisasi mangrove untuk bantaran pesisir wilayah Gresik dan Bawean, termasuk Panta Patekang. Tapi pengajuan itu dicoret, dananya tersedot untuk anggaran pemilukada (pemlihan umum kepala daerah) 26 Mei mendatang, beberapa anggaran untuk program lainnya juga ikut dipangkas," ungkap Iwan.
Selain itu, abrasi juga terjadi di Pulau Gili, Bawean. Di Pulau Gili, salah satu pulau kecil yang berjarak beberapa mil dari Pulau Bawean tiap tahunnya terkikis hingga tiga meter karena abrasi. Kondisi Pulau Gili sangat memprihatinkan, tepi pantai di pulau tersebut gundul, tidak ada tanaman bakau yang mampu mencegah adanya abrasi. Saat ini, satu lapangan yang biasa dijadikan tempat kegiatan warga Pulau Gili sudah hilang ditelan air laut.
Tiap tahunnya Pulau Gili semakin menyempit, sedangkan jumlah penduduknya terus bertambah. Saat ini saja, sudah ada sekitar 1.500 jiwa yang tinggal di Pulau Gili. sep
0 comments:
Posting Komentar