HEADLINE
1 2 3 4 5

Sabtu, 20 Desember 2008

Of No Value

Membangkitkan Kembali Idealisme

20 pelukis kolaborasi dalam Pameran Matra and Friend degan tema “Of No Value” di Orasis Art Galery Selasa (25/11) hingga 4 Desember mendatang. 12 pelukis diantaranya tergabung dalam Komunitas Matra, sedangkan sisanya pelukis undangan.

Pelukis-pelukis yang berpameran antara lain Andi Prayitno, Choirudin, Dodik Hartono, Eko (E’Swan) Setiawan, Erwin Budianto, Gusar Suryanto, Herja Suwandra, Iwan Yusuf, Jarwoko, Joko Prayogo, Ruslan, Syamsul Abidin. Dan pelukis undangannya antara lain Anwar, Ferisal, Meirza Said, M. Rizky, Mulyo Gunarsono, Romadhon Hamdani, Romy Setiawan, dan Suwandi.

39 karya yang dipajang di gelery berlantai dua itu menampilkan gaya yang berbeda-beda. namun di tengah berpedaan gaya itu membuncah harapan yang sama ‘Of No Value’. Ini seperti pepatah Prancis yang cukup populer dikalangan seniman kontemporer, l’art pour l’art. Pepatah ini menegakkan idealisme seni sebagai perjuangan keindahan seni itu sendiri.

Namun sebenarnya kita sadar makna seni sudah mengabur. Bukan beberapa hari yang lalu, tetapi sudah ratusan tahun lalu. Sejak Jane Austen, pujangga asal Inggris itu, pada abad ke-18 menggunakannya dengan pengertian ‘kemajuan’, maka sejarah seni modernitas mulai sejak itu selalu ditandai dengan sebuah kebaruan, kemajuan yang berlangsung linier. Apa yang disebut otentik dalam wacana estetika modern adalah yang berkaitan dengan kemunculan sesuatu yang baru dan keterputusannya dengan yang lama.

Akan tetapi, dalam tiga dekade belakangan ini sejarah kemajuan seni modern seakan tiba pada suatu titik jenuh, pada stagnasi. Jelajah artistik modernitas ke masa depan yang progresif, utopis dan tanpa batas. Tak ada lagi daerah baru untuk dijelajahi, tak ada lagi ruang untuk dikuasai, tak ada lagi kebaruan yang lebih baru. "Tiba-tiba," kata Jean Baudrillard, "muncul sebuah tikungan di jalan, sebuah titik kembali…" dan itukah ‘Of No Value’ yang menjadi tema pameran ini?

Memang terlalu jauh mengaitkan pameran ini pada sejarah dunia yang begitu panjang dan rumit. Namun bias-bias pemikiran yang terungkap dalam tema-tema lukisannya, Komunitas Matra ingin menempatkan pamerannya menjadi bagian dari renik-renik peristiwa seni kontemporer.

‘Of No Value’ merupakan pameran kedua dari Komunitas Matra. Pada Agustus 2007 lalu komunitas ini berpameran dengan tajuk ‘Matra Realisme’. Bias pemikiran komunitas ini memang tidaklah terlalu rumit dibaca. Karena keberangkatan mereka pada mulanya cukup sederhana, mewadahi pelukis realis dan mereka menyebutnya realis kontemporer.

Pemikiran ini terbaca dalam karya-karya yang kini dipamerkan. Komunitas Matra berusaha mengangkat realis tapi tetap up to date dan tidak monoton.

Kalahnya Idealisme karya Jarwoko menegaskan makna realisme kontemporer. Di lukisannya itu, Jarwoko menggambarkan seorang bermain saksofon. Jika melihat realis murni, maka akan tampak potret seorang yang bermain saksofon. Di karya ini, Jarwoko menawarkan sesuatu yang berbeda, tidak sekedar potret seorang bermain saksofon. Pemain saksofon tersebut berkepala buah kelapa, dan di bakground hitam tersebut pemain hanya tampak kedua tangannya.

Melalui karya ini, Jarwoko berusaha mengkritik seorang seniman. “Bisanya pelukis mengkritik pejabat, sekarang saya berusaha mengritik pelukisnya sendiri. Idealisme seorang pelukis biasanya kalah oleh beberapa hal seperti kebutuhan hidup, wanita atau istri, anak, kemewahan, dan sosial,” kata Jarwoko.

Mungkin Jarwoko benar. Karena dunia seni kontemporer kini justru masuk ke dalam suatu situasi di mana segala sesuatu dapat dianggap komoditi (benda) belaka. Komoditi (benda) yang eksistensinya ditentukan oleh seberapa besar ia diminati oleh konsumen. Kebudayaan akhirnya tak lain dari kebudayaan materi yang digerakkan oleh tuntutan raksasa konsumen yang tak pernah merasa kenyang. Dan tanpa disadari ‘No Of Value’ menjadi makanan baru.

Diterbitkan di Surabaya Post (Kamis, 27 November 2008)

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com