Peralatan rumah tangga bekas berbahan aluminium disulap menjadi panci serbaguna dengan nilai jual cukup mahal.
OLEH ASEPTA YP
Jarang orang mengetahui Gang IV Nomor 21 Jalan Sunan Giri Kecamatan Kebomas Kabupaten Gresik menjadi tempat produksi panci serbaguna, yang di Indonesia hanya ada dua produsen, yaitu di Gresik dan Trenggalek. Menariknya, panci dengan harga jual cukup mahal ini ternyata diproduksi juga dari peralatan rumah tangga bekas yang berbahan aluminium, seperti panci, ceret, lampu dop, atau peralatan berbahan aluminum yang sudah rusak lainnya.
Selain mampu mendaur ulang peralatan yang tak terpakai lagi itu, harga beli barang-barang bekas tersebut juga cukup murah jadi bisa menghemat biaya produksi. Asalkan dengan komposisi yang tepat, panci tersebut tahan lama, bahkan produsen rumahan tersebut berani memberi garansi pancinya sepuluh tahun. Komposisinya, aluminium balokan 90 persen, timah dua persen, bagian mesin bekas seperti seker mobil lima persen, sedangkan sisanya aluminium dari barang-barang rumah tangga bekas.
Aluminium balokan harga belinya Rp 18 ribu perkilogram, sedangkan aluminium dari peralatan bekas itu hanya Rp 15 ribu per kilogram. Biasanya, peralatan bekas tersebut diperoleh dari sejumlah pengepul barang rongsokan di Surabaya. Pencampuran timah dan seker tersebut bertujuan agar panci lebih padat, dan tahan lama. Tapi juga tidak boleh terlampau banyak karena justru akan membuat panci mudah retak. Jika tidak diberi timah atau onderdil mobil bekas tersebut, panci bisa meleleh jika dipanaskan dengan temperatur yang sangat tinggi. Satu set panci membutuhkan 5,5 kilogram aluminium. Ketebalan panci mulai lima milimeter hingga satu centimeter.
Dari depan rumah Choiri Ali (48), pemilik home industry tersebut memang hanya tampak seperti rumah pada umumnya, tapi ketika ditelisik ke dalam, ada puluhan pekerja dengan berbagai kesibukannya masing-masing, mulai dari peleburan bahan baku, dan mencetak aluminium menjadi bentuk panci, hingga proses penghalusan, dan finishing.
Jika melihat produk jadinya, siapa sangka produk halus mengkilap yang dijual dengan harga Rp 550 ribu per set itu buatan industri rumahan. Dari kampung kecil itu produksi panci serbaguna tersebut telah didistribusikan ke penjuru Nusantara. Proses pengerjaannya ramah lingkungan, karena dikerjakan semi mesin. Pembuatan panci ini menurut Choiri untuk saat ini memang hanya bisa dikerjakan dengan tenaga manusia.
Awalnya, bahan baku dilelehkan di tungku dengan temperatur tinggi, setelah meleleh dimasukkan ke cetakan. Didiamkan beberapa menit, aluminium tersebut sudah membentuk panci kasar. selanjutnya dibubut dan dihaluskan supaya menkilap. Sedangkan finishing-nya, panci yang sudah dibubut dicuci dengan tepung kanji, agar oil yang masih menempel hilang. Penggunaan mesin hanya untuk proses pembubutan, yaitu memutar panci dengan kecepatan tingi, kemudian dibubut dengan besi mirip linggis hingga rata, dan dikilapkan dengan amplas.
Dilihat dari prosesnya memang cukup sederhana, tapi hanya bisa dikerjakan oleh orang-orang yang memiliki keterampilan khusus. Choiri mendatangkan pekerja dari Jawa Tengah, Mojokerto, dan Gresik. Totalnya ada 55 pekerja, tapi menggunakan sistem borongan. Upah sekali tuang leburan aluminium ke cetakan Rp 1.000 rupiah. Sedangkan untuk pembubutan bervariasi, bagian luar bodi panci Rp 1.500 per buah, dan bagian dalamnya Rp 1.000 per buah, utuk tutup panci bagian dalam Rp 1.100 per buah dan bagian luar Rp 900 per buah. Masing, masing bagian tersebut dikerjakan dengan orang yang berbeda. Dalam sehari, Choiri mampu menghasilkan sekitar 300 set panci serbaguna. Choiri yang mulai merintis usaha ini tahun 1987 ini memiliki 30 mesin bubut dan dua dapur pengecoran.
Choiri tidak memberi merek terhadap alat rumah tangga produksinya. Choiri memproduksi satu jenis yang sama untuk melayani pesanan dari sejumlah distributor. Para distributor itulah yang memasang merek masing-masing. Satu set panci serbaguna ada 20 item yang bisa digunakan untuk memenuhi segala macam kebutuhan memasak, seperti menggoreng, menanak nasi, membuat kue, presto, dan lainnya. Tapi, Coiri tidak memproduksi semua item tersebut, dia hanya memproduksi bodi dan tutup panci, bolu kukus, kocokan telur, sarangan, dan handy clip. Sedangkan, item lainnya seperti pisau, sutel, garpu distributor mengambil dari pabrik-pabrik besar.
Produk Choiri dipasarkan di Jawa Timur, Jawa Tengah, dan beberapa daerah di luar Jawa, seperti Ujung Pandang. "Kami juga pernah mendapat permintaan dari Malaysia, tapi karena kapasitas produksi kami terbatas, jadi kami tidak bisa menerimanya," kata Choiri.
Lebih lanjut dia menjelaskan, meskipun tiap tahunnya dia membayar pajak ratusan ribu rupiah, Choiri mengaku belum pernah mendapat perhatian khusus dari pemerintah kabupaten setempat, khususnya masalah pinjaman modal untuk mengembangkan usahanya. "Kami berharap ada kepedulian dari pemkab, sebab tiap tahunnya kami juga memberikan kontribusi untuk pendapatan pemkab," tandasnya.
Sebelumnya, di era orde baru, Choiri mengaku pernah mendapat pelatihan manajeman dan dan bantuan pinjaman modal, tapi semenjak reformasi sama sekali tidak ada perhatian sama sekali dari pemerintah. Saat ini, dia ingin dilibatkan dalam kegiatan pameran agar produknya bisa dikenal lebih luas. "Orang-orang seperti kami kan juga membantu menyerap tenaga kerja," katanya.*
0 comments:
Posting Komentar