
Awake-ning merupakan sebuah karya yang mengangkat proses reresik (pemberisihan diri) yang tidak hanya ditujukan untuk kepentingan diri sendiri dan orang lain saja. Namun, ketika dihadapkan oleh kepentingan yang lebih bersifat spiritual, ragawi dan jasmani pun juga membutuhkan kesadaran dan perlakuan yang sama akan reresik. Kebersihan diri, ruh, alam semesta dan keterkaitan dengan semuanya, serasa harus di tindaki dengan inrospeksi diri dan kedalaman batin untuk berbuat bijak dan arif.
Karya tari ini disajikan koreografer Eko Supriyanto bersama Solo Dance Studio di Gedung Pertunjukkan Sawunggaling Unesa Kamis (18/12) malam. Pentas tari kali ini merupakan rangkaian tur Eko Supriyanto bersama Solo Dance Studio dan juga perayaan puncak Dies Natalis Unesa ke-44.
7 November lalu mereka tampil di Teater Arena Dewi Asri STSI Bandung, kemudian di Museum Semarang Ranggawarsita pada 10 November, dan Surabaya merupakan kota ketiga yang dikunjunginya.
Ada delapan tarian ditampilkan dalam durasi sekitar 1 jam 45 menit. Tujuh tarian tarian kontemporer dari Eko Supriyanto, dan satu tarian dari mahasiswa Unesa. Tarian tersebut antara lain Tutu Dance, Awake-ning, eL, dan satu dari Unesa Tari Gambuh. Sedangkan eL merupakan kumpulan tari dari tarian Silent Dance, Tonggo, Wiri-wiri, Here, dan Talen.
7 November lalu mereka tampil di Teater Arena Dewi Asri STSI Bandung, kemudian di Museum Semarang Ranggawarsita pada 10 November, dan Surabaya merupakan kota ketiga yang dikunjunginya.
Ada delapan tarian ditampilkan dalam durasi sekitar 1 jam 45 menit. Tujuh tarian tarian kontemporer dari Eko Supriyanto, dan satu tarian dari mahasiswa Unesa. Tarian tersebut antara lain Tutu Dance, Awake-ning, eL, dan satu dari Unesa Tari Gambuh. Sedangkan eL merupakan kumpulan tari dari tarian Silent Dance, Tonggo, Wiri-wiri, Here, dan Talen.
Awake-ning menitik beratkan pada eksplorasi gerak bagian tengah dengan mengusung pencapaian intensitas gerak pelan. Sedangkan gerak berputar dan mentul merupakan bagian yang sengaja tidak dapat dipisahkan dalam perwujudan konsep karya.
Terkait dengan reresik ini, Eko menyertakan sebuah sapu lidi yang bergagang panjang sebagaimana layaknya dipakai oleh para penyapu jalanan. “Ide ini kami terinspirasi melihat seorang penyapu jalanan di Solo yang setiap malam menyapu jalanan untuk membersihkan jalan dari kotoran,” ujar pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta ini.
Lebih lanjut dikatakan Eko, mengenai gerak mentul yang tak henti-hentinya diperlihatkan para penari ini terinspirasi ketika latihan di pantai Parangtritis, para penari ini terombang-ambing tubuhnya terkena ombak. Untuk itulah, ia mencoba untuk memasukkan unsur ini dalam gerak tari Jawa kontemporer. Hasilnya, sungguh indah dan menyatu dalam keseluruhan gerak tari yang dimainkan.
Awake-ning, tambahnya, menyampaikan pesan tentang pembersihan jiwa, sedangkan eL mengajak penonton untuk kembali ke masa lalu saat usia anak-anak. Eko Supriyanto menciptakan Awake-ning tahun 2007 lalu. Melalui Awake-ning, Eko Supriyanto berusaha mengajak penonton untuk mensucikan jiwa, meninggalkan nafsu duniawi yang merusak.
Berbeda dengan Awake-ning, tarian bertajuk eL, menyajikan gerak yang lebih energik. eL merupakan sajian tarian yang energik. Penonton yang hadir, dituntun untuk memasuki memori pada masa kanak-kanaknya. Kata ‘eL” sendiri diambil dari huruf depan kata ‘lompat.’ Eko Supriyanto menemukan judul ini terinspirasi dari putrinya yang berusia tiga saat bermain-main dengan melompat-lompat. Dia temukan keindahan dan keceriaan di masa kanak-kanak.
Dari beberapa tarian eL, Eko Supriyanto berperan sebagai sutradara saja, sedangkan koreografernya diserahkan kepada teman-teman Solo dance Studio, seperti tarian Tonggo dan Here, sedangkan Wiri-wiri, Eko Supriyanto berkerjasama dengan Thabo Rapoo asal Afrika Selatan dan Eko Wahyudi.
Sebagai tari pembuka disajikan Tutu Dance dengan penari Eko Supriyanto sendiri. ‘Tutu’ merupakan sebutan kostum balet klasik. Eko Supriyanto menciptaan tarian ini tahun 2007 lalu di Los Angeles. Dia memperoleh ide tarian ini dari musik box, sebuah mainan yang ketika kotaknya dibuka muncul penari balet, lengkap dengan alunan musiknya.
Pada september 2007 lalu Tutu Dance mampu menyabet Golden United Dance Award, sebuah ajang tari idol di Los Angeles sebagai penyaji terbaik. Gerakannya mirip penari pada mainan box, kostum yang dikenakan pun demikian. “Saya berusa menghidupkan benda yang selama ini dianggap mati,” jelas Eko Supriyanto.
Terkait dengan reresik ini, Eko menyertakan sebuah sapu lidi yang bergagang panjang sebagaimana layaknya dipakai oleh para penyapu jalanan. “Ide ini kami terinspirasi melihat seorang penyapu jalanan di Solo yang setiap malam menyapu jalanan untuk membersihkan jalan dari kotoran,” ujar pengajar di Institut Seni Indonesia Surakarta ini.
Lebih lanjut dikatakan Eko, mengenai gerak mentul yang tak henti-hentinya diperlihatkan para penari ini terinspirasi ketika latihan di pantai Parangtritis, para penari ini terombang-ambing tubuhnya terkena ombak. Untuk itulah, ia mencoba untuk memasukkan unsur ini dalam gerak tari Jawa kontemporer. Hasilnya, sungguh indah dan menyatu dalam keseluruhan gerak tari yang dimainkan.
Awake-ning, tambahnya, menyampaikan pesan tentang pembersihan jiwa, sedangkan eL mengajak penonton untuk kembali ke masa lalu saat usia anak-anak. Eko Supriyanto menciptakan Awake-ning tahun 2007 lalu. Melalui Awake-ning, Eko Supriyanto berusaha mengajak penonton untuk mensucikan jiwa, meninggalkan nafsu duniawi yang merusak.
Berbeda dengan Awake-ning, tarian bertajuk eL, menyajikan gerak yang lebih energik. eL merupakan sajian tarian yang energik. Penonton yang hadir, dituntun untuk memasuki memori pada masa kanak-kanaknya. Kata ‘eL” sendiri diambil dari huruf depan kata ‘lompat.’ Eko Supriyanto menemukan judul ini terinspirasi dari putrinya yang berusia tiga saat bermain-main dengan melompat-lompat. Dia temukan keindahan dan keceriaan di masa kanak-kanak.
Dari beberapa tarian eL, Eko Supriyanto berperan sebagai sutradara saja, sedangkan koreografernya diserahkan kepada teman-teman Solo dance Studio, seperti tarian Tonggo dan Here, sedangkan Wiri-wiri, Eko Supriyanto berkerjasama dengan Thabo Rapoo asal Afrika Selatan dan Eko Wahyudi.
Sebagai tari pembuka disajikan Tutu Dance dengan penari Eko Supriyanto sendiri. ‘Tutu’ merupakan sebutan kostum balet klasik. Eko Supriyanto menciptaan tarian ini tahun 2007 lalu di Los Angeles. Dia memperoleh ide tarian ini dari musik box, sebuah mainan yang ketika kotaknya dibuka muncul penari balet, lengkap dengan alunan musiknya.
Pada september 2007 lalu Tutu Dance mampu menyabet Golden United Dance Award, sebuah ajang tari idol di Los Angeles sebagai penyaji terbaik. Gerakannya mirip penari pada mainan box, kostum yang dikenakan pun demikian. “Saya berusa menghidupkan benda yang selama ini dianggap mati,” jelas Eko Supriyanto.
Diterbitkan di Surabaya Post (Jumat, 19 Desember 2008)



0 comments:
Posting Komentar