HEADLINE
1 2 3 4 5

Sabtu, 20 Desember 2008

Hono-O-Daiko

Semangat Wanita, Patahkan Mitos

Dentuman “bedug Jepang” yang dimainkan tiga wanita menerobos kemeriahan dan berjubelnya para penonton di Gedung Cak Durasim, Rabu (6/11). Irama rancak dan kadang pelan membuat penonton terpikat hingga memberi tepukan tangan meriah.

Penampilan penabuh taiko (drum Jepang), Hono-O-Daiko semua wanita, tidak layaknya pemukul bedug di Indonesia. Para wanita yang berkostum merah membubuhi dengan gerak dan atraksi yang menarik. Sajian musik perkusi ini menggambarkan semangat seorang wanita.

Hono-O-Daiko berasal dari prefektur Ishikawa, Jepang yang beranggotakan Akemi Jige, Chieko Kinoshita, dan Mizue Yamada. Grup ini dibentuk 1986. Kata hono dalam karakter kanji memiliki arti lidah api/nyala api/berapi-api yang tergambar dalam spirit dan penampilannya.
Dalam sajiannya kali ini, Hono-O-Daiko membawakan sembilan komposisi, antara lain Utage No Ohayasi, Hi No Irodori, Mituuti, Kyoken, Out of The Blue, Hanabi, Kurenai No Iro, Nihonkari, dan Hyakka No Rari. “Semua lagu bercerita tentang semangat seorang wanita tersembunyi dan berapi-api,” Akemi Jige.

Komposisi itu diciptakan meraka sendiri tapi juga komponis lain. Karya Out of The Blue misalnya, dilahirkan oleh komponis suling asal Jepang. “Durasi aslinya sekitar 20 menit tapi dalam penampilan kami jadikan lima menit,” tambah Akemi.

Komposisi tidak selalu dimainkan bertiga. Seperti Hi No Irodori dimainkan tunggal oleh Chieko Kinoshita dan Out of The Blue duet antara Akemi Jige dan Mizue Yamada. Memainkan taiko membutuhkan penjiwaan dan tenaga ekstra.

“Ada tiga aspek yang muncul dalam permainan ini, olahraga, seni, dan budaya,” kata Akemi Jige.

Kebanyakan karya Hono-O-Daiko dipengaruhi keindahan alam di sekitar Hakusan, prefektur Ishikawa, tempat dimana grup ini dibentuk. Penampilan energik Hono-O-Daiko itu sukses mematahkan pendapat bahwa wanita tidak bisa memainkan taiko yang besar.

“Alat musik yang dimainkan dibawa langsung dari Jepang. Total satu set alat musik yang dimainkan ada 20 drum,” kata dia.

Alat musik tersebut antara lain Shime Daiko (drum kecil), Nayado Daiko (drum sedang), dan Oo Daiko (drum besar). Tapi di komposisi pembuka, mereka juga memakai alat musik lain (semacam gitar) khas Jepang, Samisen.

Grup Hono-O-Daiko memiliki dua set alat musik, satu set untuk dimainkan di dalam negeri dan satu set lagi di luar negeri. Ketika tampil di luar negeri, alat musik ini terkadang diangkut dengan kapal, jadi membutuhkan waktu lama. Satu set alat lain dijadikan cadangan ketika ada penampilan di Jepang.

Hono-O-Daiko, dalam penampilannya berusaha memperkenalkan budaya Jepang. Mereka juga mengenakan kimono, pakaian adat khas Jepang. Tapi di komposisi ke tiga hingga selesai, mereka mengenakan pakaian ala Barat. “Namun secara global kami ingin memperkenalkan budaya Jepang,” kata dia.

Setelah penampilannya di Surabaya, Hono-O-Daiko tampil di Jakarta dan kemuidian kembali ke Jepang.

Diterbitkan di Surabaya Post (Kamis, 6 November 2008)

0 comments:

Template by : kendhin x-template.blogspot.com