Dua seniman muda asal Sumatera Barat, Ahmad Zaki dan Niko Rikardi memajang 14 lukisannya di Emmitan Fine Art Gallery 30 November - 14 Desember. “Fantasia” dipilih sebagai tajuk pameran ini karena pola utama karya kedua seniman itu menggali ihwal perspektif ruang berikut benda keseharian sebagai basis kekaryaannya.
Kuss Indarto selaku kurator pameran ini memaparkan, Niko dan Zaki mempertautkan dua hal mendasar dalam karya yang dikreasinya. Satu sisi, aspek penggalian atas perspektif, dan kedua mereka banyak mengacu pada karya-karya optical art atau op-art, khususnya pola op-art yang dipopulerkan seniman grafis (printmaking) Belanda, MC Escher.
Op-art “bergaya” MC Escher ini banyak memanfaatkan pola kecenderungan yang matematis karena dibuat dengan lanskap arsitektural yang menuntut kecermatan. Inilah titik menarik yang menjadi referensi bagi Zaki dan Niko yang sama-sama lulusan Institut Seni Indonesia (ISI).
Zaki menerima keterpengaruhan di atas dengan melekatkannya pada karya-karya yang memiliki subject matter (pokok soal) berujud ceret (tempat air minum). Ceret yang beragam warna itu berasal dari model benda sesungguhnya yang dipiuhkan, diobrak-abrik, dan dibedah dari wujud aslinya. Di sekitar ceret, terutama di bagian bawahnya, dijajarkan cangkir dalam beragam posisi dan konfigurasi. Ceret dan cangkir “dipertemukan” oleh jalinan citra aliran air yang mengucur.
“Dan pada titik temu air antara ceret dan cangkir inilah fantasi tentang perspektif dimainkan dengan piawai oleh Zaki,” ingkap Kuss dalam pengantar katalog.
Sementara itu Ahmad Zaki mengungkapkan, secara konseptual ceret dibikin untuk membantu menjelaskan ke ruangan, batas ruang di dalam karya-karya Zaki. Oleh sebab itulah maka Zaki relatif bermain perspektif yang justru tak real.
“Sebelum mengawali karya-karya semacam ini, saya bikin sketsa dulu, pakai media olahan foto di komputer, memotret objek secara langsung, dan tentu saja menghabiskan banyak ceret sebagai bahan observasi maupun eksplorasi,” kata Zaki, Senin (2/12).
Sedangkan Niko Ricardi memilih untuk menampilkan citra plat-plat besi yang tak sekedar hadir secara frontal, namun telah banyak menciptakan fantasi ruang-ruang. Dan ruang-ruang yang tercipta dari “perspektif natural” ini juga dibuyarkan dengan memain-mainkan lewat beberapa citra benda (seperti pilar yang menempel di dinding) yang ditempatkan pada sudut tertentu hingga berdampak merapuhnya “perspektif natural” tersebut.
Citra ruang yang kemudian terbentuk telah menampilkan pembelokkan logika karena kitidaklaziman tersebut. Maka, menyimak karya Niko yang monokromatik atau diakromatik itu justru bertambah “warna” karena kemampuannya menggoyahkan perpektif. Gagasan paling mendasar yang memicu Niko melukis objek soal besi atau logam, metal atau baja ini sebenarnya adalah upaya untuk mengeksplorasi wilayah dua dimensi. Kelebihan sudut pandang 2D adalah kekayaan perspektif.
Kekhasan yang ingin Niko tonjolkan dalam eksplorasi ranah bidang 2D tersebut adalah soal maksimalisasi pengolahan ruang. Menurut Niko, itulah yang membedakan dengan ruang tiga dimensi karena di dalam pemahaman ruang 3D cenderung lebih kongkrit, lebih fleksibel.
Diterbitkan di Surabaya Post (Kamis, 4 Desember 2008)
0 comments:
Posting Komentar